Islam
telah mengatur segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi
seseorang yang menjalankan syariatnya dengan benar. Begitu pula ketika
seseorang melakukan perjalanan
atau ketika safar, syariat Islam pun telah memberikan petunjuk yang
sangat jelas agar kita dapat melakukan safar yang senantiasa diberkahi
oleh Allah .
Safar merupakan bagian dari adzab (siksa). Karena ketika dalam
perjalanan atau safar seseorang akan sulit tidur, makan dan minum serta
jauh dari keluarga, maka benarlah sabda Rasulullah Shalallohu Alaihi wa Salam :
السَّفَرُ
قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ
“Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” (HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927).
Berikut ini beberapa tips yang hendaknya diketahui dan
dilaksanakan oleh seorang musafir agar dapat melaksanakan perjalanan
atau safar yang penuh berkah :
-
Melaksanakan Shalat Istikharah
Shalat istikharah adalah salah satu sunnah Rasulullah Shalallohu Alaihi wa Salam sebagai pengakuan akan kelemahan kita dan sebagai permohonan petunjuk kepada Allah mengenai
waktu safar, kendaraan yang digunakan, teman perjalanan dan arah jalan
jika terdapat banyak arah jalan yang bisa dilewati. Mengenai tata cara
shalat istikharah adalah dengan mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat
kemudian berdoa sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah (Asy-Syarhul Mumti’ Syaikh Utsaimin 4/394)
-
Berpamitan kepada keluarga dan kerabat yang ditinggalkan
Disunnahkan
bagi orang yang akan berangkat safar atau bepergian untuk berpamitan
kepada keluarga, kerabat, tetangga dan teman-temannya. Bagi musafir atau
orang yang akan mengadakan perjalanan hendaklah mengatakan kepada
orang-orang yang akan ditinggalkannya:
أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ وَدَائِعُهُ
“Aku titipkan kalian kepada Allah, Dzat yang tidak menyia-nyiakan titipan yang dipasrahkan kepada-Nya.” (HR. Ibnu Majah no. 2825, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 2/133)
Ketika salah seorang sahabat Rasulullah Shalallohu Alaihi wa Salam akan melakukan perjalanan, beliau mendoakan bagi orang yang hendak bersafar:
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
“Aku titipkan agamamu, amanahmu, dan amal terakhirmu kepada Allah .” (HR. Abu Daud no. 2600, Tirmidzi no. 3443, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/155)
-
Mengikhlaskan niat untuk mengharap ridho Allah
Segala
aktivitas yang kita lakukan, hendaknya diluruskan dengan niat hanya
untuk mendapatkan ridho Allah. Begitulah seharusnya sikap seorang
muslim, termasuk juga ketika seseorang hendak melakukan perjalanan atau
safar. Dari Umar bin Khaththab t meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shalallohu Alaihi wa Salam bersabda :
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
-
Bertaubat
Hendaklah
seorang musafir bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan kemaksiatan
yang pernah ia lakukan. Taubat adalah meninggalkan dosa yang pernah ia
lakukan, menyesali perbuatan dosa tersebut dan bertekad kuat untuk tidak
mengulanginya. Namun, apabila dosa yang pernah ia perbuat adalah
perbuatan zalim kepada sesame maka ia harus meminta maaf kepada orang
bersangkutan dan mengembalikan sesuatu yang telah ia rampas, baik berupa
kehormatan, harta benda, maupun yang lainnya.
-
Menulis Pesan (Wasiat)
Disunnahkan
bagi seorang musafir untuk menulis pesan (wasiat), baik berupa
memberikan nafkah wajib bagi keluarganya, hutang-piutang dan
kewajiban-kewajiban yang belum ia tunaikan, Rasulullah Shalallohu Alaihi wa Salam bersabda :
مَا حَقَّ امْرُؤٌ مُسْلِمٌ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ وَلَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ إِلاَّ وَوَصَّيْتُهُ عِنْدَ رَأْسِهِ
“Tidak
berhak seorang muslim melalui dua malam dalam keadaan dia memiliki
sesuatu yang ingin dia wasiatkan kecuali wasiatnya berada di sisinya” (HR. Bukhari no. 2738 dan Muslim no. 1627)
Referensi :
•
Shalatul Musafir, Mafhum wa Anwa’ wa Adab wa Darajat wa Ahkam fii
Dhauil Kitab Wa Sunnah, Dr. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, hal 8-12.
• Kitabul Adab, Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub, Bab Adab Safar hal 230.
0 komentar:
Posting Komentar